Wednesday, January 25, 2017

Pandangan Manusia Sebagai Insan Politik

Pandangan Manusia Sebagai Insan Politik


A. Manusia Sebagai Insan Politik


       Sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Berkaitan dengan kehidupan politik manusia merupakan elemen pokok dalam melaksanakan efektifitas politik kenegaraan, baik sebagai pelaku maupun sebagai objek tujuan. Manusia sebagai makhluk politik, warga negara, baik sebagai pribadi maupun kelompok harus menunjukan peran aktif dalam kehidupan kenegaraan.

       Negara adalah suatu organisasi dan merupakan suatu sistem politik berhubungan tentang proses penentuan maupun pelaksanaan tujuan negara. Manusia sebagai insan politik sekaligus warga negara harus dapat menunjukan partisipasinya dalam kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan efektifitas politik kenegaraan.

       Sesuai dengan pengertian, fungsi dari sifat negara di atas maka manusia sebagai insan politik dituntut partisipasi politiknya di dalam mewujudkan fungsi dari negara tersebut. Partisipasi politik dari manusia sebagai insan politik dalam kehidupan bernegara dapat diwujudkan dalam bentuk seperti :

Membentuk atau bergabung dalam organisasi politik atau organisasi masyarakat untuk menetukan kebijakan negara
Membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengontrol sekaligus memberikan input (masukan) dapat menentukan kebijakan pemerintah
Mendukung terselenggaranya pelaksanaan pemilu yang demokratis yang dapat menjamin hak-hak politik rakyat, seperti memilih maupun dipilih yakni memilih anggota-anggota badan perwakilan rakyat dan pejabat pemerintah atau duduk dalam lembaga perwakilan rakyat dan menduduki jabatan pemerintahan
Membentuk kelompok-kelompok kepentingan sebagai upaya terhadap proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah
Jadi manusia sebagai insan politik bisa diartikan manusia selain sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai makhluk sosial selalu hidup berkelompok dengan manusia lain secara teratur, sistematis, dan memiliki tujuan yang jelas.

Sebagai insan politik manusia memiliki nilai-nilai yang patut dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya yaitu:

1.    Nilai Kesatuan

Karena manusia itu adalah makhluk sosial, maka persatuan dan kesatuan harus selalu ditingkatkan, mengingat kemajemukan bangsa Indonesia.

2.    Nilai Solodaritas

Untuk membina persatuan dan kesatuan, rasa kesetiakawanan harus selalu dijaga disamping harus saling percaya antara orang yang satu dengan orang yang lain.

3.    Nilai Kebersamaan

Untuk dapat mencapai suatu tujuan, antara yang satu dengan yang lain harus ada kerja sama, merasa senasib sepenanggungan.

4.    Nilai Organiasasi

Untuk tetap menjaga persatuan dalam suatu kelompok perlu dibentuk adanya organisasi sebagai wadah atau tempat untuk tetap berlangsungnya kerjasama antara individu yang satu dengan individu yang lain.



B. Ciri-ciri Masyarakat Politik

       Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah zoon politicon yang diartikan bahwa manusia itu selain hidup dalam suatu pergaulan (man is social being) dan selalu berorganisasi (man is political being). Manusia selalu hidup dalam suatu pergaulan hidup sekaligus manusia itu selalu berorganisasi. Bagaimanapun sederhananya, dalam suatu pergaulan hidup manusia selalu mengadakan organisasi di dalamnya

       Menurut Fritz kunkel, secara psikologis dalam diri manusia terdapat dua dorongan yang sangat dominan, yaitu dorongan untuk mengabdi kepada kepentingan dirinya sendiri dan dorongan untuk mengabdi kepada kepentingan orang banyak. Pada dorongan kedua ini jelas bahwa manusia secara fitrah memiliki kecenderungan untuk hidup mengabdi dan berkorban untuk kepentingan orang banyak maupun orang lain.

       Watak manusia yang tidak memungkinkan hidup terpencil merupakan salah satu faktor terbentuknya masyarakat. Disamping itu faktor hubungan darah atau kekerabatan yang ada dalam suku akan menjadi tali pengikat yang sangat kokoh dalam kehidupan bermasyarakat.

       Istilah masyarakat politik biasanya dipergunakan untuk menyebut sekumpulan manusia yang beraktivitas dalam bidang politik,  baik dalam tatanan praktik maupun teoristis. Akan tetapi, masih belum ada kejelasan tentang penggunaan istilah masyarakat politik dalam kehidupan bernegara.

       Jika istilah masyarakat politik diartikan dalam pengertian terpisah yaitu masyarakat dan politik bisa digambarkan sebagi berikut :





Masyarakat mengandung pengertian :

Sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri
Masyarakat yang hidup bersama-sama cukup lama
Masyarakat yang mendiami suatu wilayah tertentu
Kumpulan manusia memiliki kebudayaan yang sama
Adanya saling hubungan antara orang perorang atau lebih dengan yang lainnya
Melakukan sebagian besar kegiatannya dalam kelompok tersebut
Sedang politik pun memiliki makna yang cukup beragam, ada yang menyebut :

Seni dan ilmu pemerintahan
Ilmu tentang negara
Ilmu tentang pembagian kekuasaan
Perilaku manusia dalam mendapatkan kekuasaan
Perilaku manusia dalam menjalankan kekuasaan
Perilaku manusia dalam mempertahankan kekuasaan
       Berdasarkan pengertian diatas, makna dari masyarakat politik adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya, khususnya terkait dengan masalah politik, yaitu perilaku untuk mendapatkan kekuasaan, menjalankan kekuasaan, dan mempertahankan kekuasaan.

       Dari Pengertian masing-masing masyarakat dan politik, maka masyarakat politik mempunyai 
kriteria sebagai berikut :

Adanya jaminan HAM, termasuk hak asasi dibidang politik
Adanya peran serta rakyat dalam pemerintahan
Adanya negara yang merupakan organisasi tinggi yang didalamnya terdapat pemerintahan yang berdaulat. Terbentuknya negara karena adanya kesepakatan bersama
Adanya aturan-aturan yang telah dibuat dan disepakati bersama
Adanya pemegang kekuasaan yang telah diberi mandat oleh masyarakat
Adanya pendidikan politik, agar rakyat dapat berpartisipasi dalam pemerintahan atau rakyat dapat menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara
Adanya kontak sosial dari masyarakat, supaya tidak terjadi penyelewengan terhadap peraturan-peraturan yang telah disepakati




C. Dinamika Politik Indonesia

       Partai politik merupakan salah satu wujud partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan kebersamaan dan kejujuran.

       Kajian tentang politik sementara ini dihadapkan pada realita kehidupan organisasi negara (pemerintahan) karena jalan organisasi negara selalu diwarnai dengan aktivitas politik untuk mengatur kehidupan negara, proses pencapaian tujuan negara, dan melaksanakan tujuan negara sebaik-baiknya.

       Untuk itu permasalahan politik sesungguhnya lebih terfokus pada kekuasaan. Untuk mencapai tingkat kekuasaan tertentu, diperlukan partai politik sebagai sarananya. Sebelum membahas pengertian partai politik, kita harus mengetahui terlebih dahulu :

1.    Pengertian Politik

     Politik berasal dari bahasa Yunani “Polis” yang berarti kota, kemudian berkembang menjadi “politics” yang berarti warga negara dan “politicos” yang berarti kewarganegaraan. Dalam bermasyarakat politik dibedakan menjadi politik teori dan politik praktis

       a.  Politik teori adalah keseluruhan asas dan ciri khas dari negara (secara umum) tanpa membahas pelaksanaan asas-asas tersebut

       b.  Politik praktis yaitu mempelajari negara sebagai suatu lembaga yang dinamis mengikuti perkembangan jaman sesuai kesepakatan sesame.

2.    Pengertian Partai Politik

            Belum ada kesamaan pandangan mengenai partai politik (parpol) di kalangan pakar ketatanegaraan atau politik. Namun sebagai gambaran dapat dilihat beberapa pendapat seperti berikut ini :

       a.  Prof. Miriam Budiarjo

                   Partai politik adalah organisasi atau golongan yang berusaha untuk memperoleh dan menggunakan kekuasaan

  b.  Prof. E.M. Said

       Partai politik adalah suatu kelompok orang yang terorganisasi serta berusaha untuk mengendalikan, baik kebijaksanaan pemerintah maupun pegawai negeri

  c.  Carl J. Friedrich

       Partai politik adalah sekelompok orang yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya sehingga penguasaan itu memberikan manfaat kepada anggota partainya baik yang bersifat ideal maupun material.

3.    Fungsi Partai Politik

       Partai politik berfungsi sebagai sarana :

       a.  Pendidikan politik yaitu pendidikan bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi Warga Negara Republik Indonesia (WNRI) yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

       b.  Menciptakan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat.

       c.  Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

       d.  Rekruitmen (penerimaan) politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender (pria/wanita).

       e.  Partisipasi politik warga negara, yaitu sebagai sarana untuk ikut dalam menentukan dan memperjuangkan kepentingan anggota masyarakat, bangsa dan negara.

4.    Sistem Kepartaian

                 Menurut Maurig Duverger, dalam buku political parties, sistem kepartaian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

            a.  Sistem satu partai/partai tunggal (one party system)

                             Negara hanya membenarkan adanya satu partai politik. Contoh : dalam negara komunis hanya diperbolehkan satu partai politik yaitu partai komunis negara.

            b.  Sistem dua partai (two party system)

                 Apabila dalam negara terdapat dua partai politik yang populer dan mendominasi kehidupan kepartaian dalam negara. Partai yang menang mendominasi kursi dalam lembaga pemerintahan, yang kalah menjadi pihak oposisi. Sistem ini umumnya terjadi di negara liberal.

            c.  Sistem multipartai (multiparty system)

       Apabila dalam negara banyak terdapat partai politik atau lebih dari dua partai politik dalam negara. Hal ini terjadi karena terdapat keanekaragaman dalam komposisi masyarakat yang cenderung membentuk partai politik yang berbeda. Misalnya, parpol dengan visi agama, nasionalis, kelompok profesi, netral atau terbuka untuk semua visi.



5.    Bagaimanakah Dinamika Politik di Indonesia ?

       Dinamika politik di Indonesia dibagi menjadi empat periode :`

       1.  Periode Demokrasi Liberal (tahun 1945 – 1959)

            Dalam periode ini berlaku 3 konstitusi yaitu UUD 1945, KRIS 1945, dan UUD 1950.

            a.    Masa berlakunya UUD 1945 (Periode I : 18-8-1945 sampai 27-12-1949)

     Sistem kabinetnya presidensil (pasal 17 UUD 1945). Tidak berlangsung lama, karena adanya maklumat pemerintah 14 November 1945 yang berisi supaya presiden bertanggung jawab kepada KNIP (berfungsi sebagai badan legislatif, sehingga kabinetnya parlementer)

Pada sistem kabinet parlementer masa ini banyak terjadi pergantian kabinet, yaitu :

Kabinet presidensil yang dipimpin Soekarno-Hatta. Selanjutnya kabinet parlementer
Kabinet Syahrir I
Kabinet Syahrir II
Kabinet Syahrir III
Kabinet Amin Syarifuddin I
Kabinet Amin Syarifuddin II
Kabinet Hatta I
Kabinet Darurat ( Mr. Syafrudin Prawiranegara)
Kabinet Hatta II
Berdasarkan maklumat pemerintah 3 November 1945 partai politik mulai berkembang, tetapi lebih mementingkan parpolnya daripada rakyat, sehingga sering mendapat misi tidak percaya dari parlemen, akibatnya kabinet jatuh bangun.

            b.    Dinamika politik masa KRIS (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950)

     Bentuk negara serikat dan kabinetnya parlementer. Dalam pemerintahannya meletakan hubungan pusat dan daerah seperti hubungan pemerintah pusat dengan negara bagian. Parlemen terdiri dari 2 badan (bikameral) yaitu senat (mewakili negara bagian) dan DPR. Pada masa KRIS dibagi menjadi 16 negara bagian, yang pada akhirnya negara-negara bagian tersebut menggabungkan diri sehingga menjadi 3 negara bagian yaitu :

Negara Republik Indonesia (NRI)
Negara Indonesia Timur (NIT)
Negara Sumatera Timur (NST)
                   Yang pada akhirnya bergabung menjadi negara kesatuan.

            c.     Pada masa UUD’S tahun 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

     Bentuk negara kesatuan, sistem kabinet parlementer. Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, maka banyak berdiri partai politik yaitu sekitar 28 partai. Pelaksanaan pemilu tahun 1955 diadakan 2 kali, yaitu :

Pemilu I, 19 September 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR)
Pemilu II, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante.
Badan Konstituante bertugas membentuk UUD yang baru, tetapi dalam menjalankan tugasnya tidak pernah membuahkan hasil, padahal negara dalam keaadan yang memprihatinkan. Kemudian Presiden Soekarno mengusulkan supaya kembali ke UUD 1945. Usul ini mendapat 2 tanggapan, kelompok I mau kembali ke UUD 1945, tetapi Pancasilanya seperti dalam piagam Jakarta. Kelompok II setuju Kembali ke UUD 1945 sepenuhnya.

Akhirnya diadakan pemungutan suara, dengan kuorum rapat 2/3 dari jumlah anggota harus hadir, dan putusan didukung sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota yang hadir yang memenuhi kuorum.

Putusan ini tidak pernah tercapai dan akhirnya kuorum rapatpun tidak tercapai. Bahkan sebagian anggota menyatakan tidak akan datang dalam sidang yang akan datang. Demi persatuan, kesatuan dan stabilitas nasional, Presiden mengeluarkan “Dekrit Presiden 5 Juli 1959” yang berisi :

Pembubaran Badan konstituante
Berlakunya kembali UUD 1945
Pembentukan MPRS dan DPAS
Kegagalan badan konstituante disebabkan parpol-parpol lebih mementingkan kepentingan parpolnya daripada kepentingan bangsa dan negara. Partai-partai melalui parlemen seringkali menjatuhkan mosi tidak percaya kepada kabinet, sehingga kabinetnya jatuh bangun. Walaupun sudah diadakannya pemilu, namun segala bidang kehidupan terjadi instabilitas. Dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini telah mengakhiri sistem politik liberal yang kemudian diganti dengan sistem demokrasi terpimpin dan berlakunya kembali UUD 1945.



d.    Periode Demokrasi Terpimpin/Masa Orde Lama (5 Juli 1959-11 Maret 1966 dengan UUD 1945)
            Berdasarkan pasal 1 ayat 1 UUD 1945, bentuk negara “kesatuan” sistem kabinetnya presidensiil. Pada masa Orde lama banyak sekali terjadi penyimpangan terhadap alat pemersatu, jika bangsa Indonesia sudah bersatu maka Pancasila tidak berfungsi lagi, yang menurut PKI akan digantikan dengan faham komunisme. Pancasila tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, lembaga-lembaga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Asas demokrasi menurut UUD 1945 yang seharusnya berdasarkan musyawarah mufakat diganti dengan demokrasi terpimpin yang berakibat terjadinya kultus individu. Pilar-pilar demokrasi dan kehidupan kepartaian serta legislatif menjadi lemah sedangkan kekuasaan eksekutif (presiden) menjadi sangat kuat.

            Sebagai contoh DPR hasil pemilu tahun 1955 dibudarkan presiden karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan presiden dan sebagai gantinya presiden mengangkat DPRGR.

            MPRS dan DPRGR yang seluruh anggotanya diangkat oleh presiden yang seharusnya berada diatas presiden, tetapi selalu tunduk pada presiden. MPRS mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup, yang dikukuhkan dalam Tap MPRS No. III/MPRS/1966. Puncak penyimpang adalah terjadinya pemberontakan G 30 S/PKI, akhirnya terjadi krisis politik, yaitu terjadinya instabilitas nasional juga adanya demonstrasi mahasiswa yang menuntut TRITURA yaitu :

Pembubaran PKI
Besihkan kabinet Dwikora dari PKI
Turunkan harga
Yang akhirnya muncul Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966

            e.     Masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998) dengan UUD 1945

     Pemerintah orde baru adalah pemerintah yang menegakkan negara kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara murnidan konsekuen. Orde baru lahir sejak dikeluarkan SUPERSEMAR, dari presiden Soekarno kepada Letnan Jendral Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu demi keamanan, keselamatan rakyat, bangsa dan NKRI.

     Dalam bidang ketatanegaraan banyak ditempuh upaya-upaya konstitusional.

Diantaranya dengan dilaksanakan pemilu I.

-          Berdasarkan UU No. 15 / 1969

-          Dilaksanakan pada tanggal 3 Juli 1971

-          Diikuti 10 organisasi peserta partai politik, diantaranya :

1)      Partai Katholik

2)      PSII

3)      NU

4)      Parmusi

5)      Golkar

6)      Parkindo

7)      Murba

8)      PNI

9)      Perti

10)  PKI

-          Jumlah anggota DPR = 460 (360 dipilih lewat pemilu, 25 diangkat presiden, 75 diangkat dari ABRI)

-          Anggota MPR 920 yang terdiri dari anggota DPR, ABRI tidak memilih, diberi wakil di DPR

Pada Pemilu ke-2 terjadi parpol yang se-ideologi, yaitu :

-          PPP berdiri tanggal 5 Januari 1973, yang merupakan fusi dari NU, Parmusi,Perti dan PSII

-          PDI berdiri tanggal 10 Januari 1973, yang merupakan fusi dari PNI, IPKI, Murba, Partai Katholik dan Perkindo

-          Golkar berdiri tanggal 20 Oktober 1964, yang merupakan golongan fungsional yang terdiri dari buruh, pegawai, tani, pengusaha nasional, alim ulama, Angkatan 45 dan Angkatan 66

Penyederhanaan organisasi peserta politik (OPP) dari 9 parpol menjadi 2 parpol dan 1 Golkar diatur dalam UU No. 3 / 1975 dan harus berasaskan Pancasila (asas tunggal). Sejak pemilu tahun 1871 sampai tahun 1997 diikuti 3 OPP yaitu PPP, PDI, dan Golkar. Selama orde baru, Golkar selalu memperoleh suara mayoritas (menang mutlak). Dengan kemenangan Golkar, presiden Soeharto kedudukannya menjadi kuat.

Untuk mempertahankan posisinya, membangun kekuasaannya dengan 3 pilar utama, yaitu : ABRI, Golkar dan birokrasi, dengan membatasi hak-hak politik rakyat dengan alasan stabilitas keamanan.

Kontra DPR hampir tak pernah ada, sedangkan posisi yang kuat adalah eksekutif, kebebasan pers selalu dibayang-banyangi oleh pencabutan SIUP. Pada masa ini banyak terjadi KKN, namun berhasil dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, yaitu dengan meningkatnya pendapatan perkapita dan pembangunan sarana dan prasarana fisik. Tetapi dalam pembangunan mental dan budaya terjadi kemerosotan, sehingga terjadi KKN yang semakin meluas dan akhirnya terjadi krisis kepercayaan. Dalam bidang politik, krisis kepercayaan dibuktikan dengan adanya ujuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa, dosen, pelajar, LSM dan politisi yang menurut presiden Soeharto mundur dan menyuarakan “Reformasi”. Karena tidak mendapat dukungan dari rakyat akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri dan sebagai penggantinya wakil presiden B.J Habibie.

            f.     Periode Reformasi (21 Mei 1998 sampai sekarang)

     Periode ini dimulai sejak lengsernya Presiden Soeharto dari jabatan presiden. Pada masa pemerintahan presiden Soeharto terjadi krisis kepercayaan baik terhadap pemerintahan maupun DPR. Maka MPR mengadakan sidang istimewa tahun 1998. Hasilnya antara lain : Tap MP No. XV/MPR/1998 yang mengatur pemiludan Tap MPR No.  XVII/MPR/1998 tentang HAM. Setelah adanya sidang istimewa tahun 1998 terjadi reformasi dibidang politik antara lain :

Adanya UU No. 2 /1999 tentang partai politik dan UU No. 31/2002 memberikan kebebasan berdirinya parpol-parpol baru, pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 parpol dan pemilu tahun 2004 diikuti oleh 24 parpol. Asas parpol bebas asal tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.