Saturday, October 1, 2016

NASIONALISME

NASIONALISME


Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu. Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya. [sunting]Beberapa bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial"). Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat"). Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman. Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme. Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah national state adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap Jacobin terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica. Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.

Mengenal Sosio-Nasionalisme Bung Karno

bk
Banyak orang sekarang ini, termasuk golongan kiri, melihat nasionalisme dalam satu wajah saja: chauvinis. Bagi mereka ini, nasionalisme tak lebih sebagai ekspresi ideologi borjuis. Karena itu, nasionalisme dalam segala manifestasinya akan selalu mengancam perjuangan klas pekerja.
Mereka juga beranggapan, nasionalisme sudah pasti berlawanan dengan semangat internasionalisme. Nasionalisme merayu klas pekerja untuk punya tanah-air. Loyalitas klas pekerja dipaksakan pada sebuah kebangsaan. Alhasil, kepentingan klas diringkus dalam bingkai “kepentingan nasional”.
Tetapi sebetulnya tidak sepenuhnya demikian. gerakan pembebasan nasional di negara-negara jajahan telah melahirkan nasionalisme dalam wajah lain: anti-kolonialisme, populis, demokratis, dan humanis.
Bung Karno juga punya konsep nasionalisme sendiri: sosio-nasionalisme. Namun, gara-gara jarang dibaca, apalagi dikaji secara mendalam dan intensif, maka ajaran sosio-nasionalisme ini kurang dikenal. Padahal, bagi saya, cita-cita sosio-nasionalisme ini justru sejalan dengan cita-cita sosialisme.
Dasar Teori Sosio-Nasionalisme
Ajaran sosio-nasionalisme mulai muncul tahun 1930-an. Pada saat itu, sudah muncul banyak gerakan nasionalis. Paling banyak adalah nasionalis radikal: Tjipto Mangkusumo, Douwes Dekker, Ki Hajar Dewantara, dan lain-lain.
Ada dua ajaran yang sangat berpengaruh pada kelahiran sosio-nasionalisme:
Pertama, ajaran nasionalisme  yang berkembang di Tiongkok dan India. Bung Karno banyak mempelajari ajaran nasionalisme yang berkembang di kedua negara tersebut. Kita tahu, ajaran nasionalisme di kedua negara itu sangat progressif, anti-kolonialisme, dan humanistik.
kita tentu sering mendengar kata-kata Mahatma Gandhi: My nationalism is humanity. Bagi Gandhi, menjadi patriotik nasionalis adalah karena kita manusia dan mencintai kemanusiaan.
Gandhi mengajarkan bentuk nasionalisme yang lain: nasionalisme yang hendak mengorganisir bangsa-bangsa untuk hidup sederajat dan berdampingan dengan bangsa-bangsa lain. Kata Gandi, jalan nasionalisme India bukanlah  melayani kepicikan, egoisme, kebangsaan sempit, dan chauvinis. Sebaliknya, nasionalisme India hendak melayani kemanusiaan.
Kita juga mengenal nasionalis progressif dari dataran Tiongkok, Sun Yat Sen. Ajarannya sangat terkenal: San-min Chu-i (tiga prinsip Rakyat), yaitu nasionalisme, demokrasi, dan sosialisme. Di tangan Sun Yan Set, cita-cita nasional Tiongkok hendak menggabungkan tiga ajaran besar itu.
Kedua, ajaran marxisme. Bung Karno sangat terpengaruhi oleh marxisme. Ia bahkan mengaku sebagai seorang marxis. Bagi Soekarno, marxisme merupakan teori paling kompeten dalam memecahkan soal-soal sejarah, politik, dan kemasyarakat.
Bung Karno sendiri pernah bilang, “Marxisme itulah yang membuat saya punya nasionalisme berlainan dengan nasionalismenya nasionalis Indonesia yang lain, dan Marxisme itulahyang membuat saya dari dulu benci fasisme.”
Marxisme mempengaruhi analisa Bung Karno soal kolonialisme. Ia tak melihat kolonialisme dari aspek rasialis: Suku, Agama, dan Ras. Karena itu, nasionalisme Soekarno, karena dipengaruhi oleh marxisme, tak punya kecenderungan sedikit pun untuk rasialis dan fasistik.
Bung Karno melihat kolonialisme, juga imperialisme, sebagai bentuk-bentuk akumulasi dari kapitalisme. Dalam pidato pembelaannya, Indonesia Menggugat, ia mengatakan, nafsu akumulasi kapitalisme telah mendorongnya merampas negeri-negeri lain dan mengubahnya menjadi jajahan; dan dari situ mereka mengambil bekal industri, mendorong daerah-daerah pasar bagi hasil industrinya, dan menciptakan lapangan baru bagi bergeraknya modal mereka.
Namun, marxisme mempengaruhi Bung Karno sangat jauh. Ia menyadari, menghilangkan kolonialisme tanpa menghilangkan kapitalisme sama saja dengan omong-kosong. Itu sama dengan anekdok: keluar dari mulut singa, masuk ke mulut buaya.
Karena itu, perjuangan pokok bangsa Indonesia tidaklah sekedar anti-kolonialisme, tetapi harus mengarah pada anti-kapitalisme. Ia tak hanya melawan kapitalisme bangsa lain, tetapi juga harus mencegah kapitalisme bangsa sendiri.
Nasionalisme eropa dan Indonesia
Bung Karno membedakan antara nasionalisme eropa dan dunia timur (jajahan). Bagi Bung Karno, nasionalisme eropa adalah suatu nasionalisme yang bersifat serang-menyerang, suatu nasionalisme yang mengejar keperluan sendiri, suatu nasionalisme perdagangan yang untung atau rugi.
Kenapa bisa begitu? Sebab, nasionalisme eropa memang digerakkan oleh nafsu kapitalisme. Karl Marx dalam Manifesto Komunis (1848) menjelaskan, “Kebutuhan akan pasar yang senantiasa meluas untuk barang-barang hasilnya mengejar borjuasi ke seluruh muka bumi. Ia harus bersarang di mana-mana, bertempat di mana-mana, mengadakan hubungan-hubungan di mana-mana.”
Bagi borjuis di eropa, negara nasional tak lain sebagai peralatan mereka untuk menopang proses akumulasi, yaitu perluasan pasar, pencarian bahan mentah, tenaga kerja murah, dan pencarian sirkuit baru bagi akumulasi kapital.
Namun, berbeda halnya dengan nasionalisme di dunia timur (jajahan). Nasionalisme di timur lahir karena eksploitasi kolonial. Dengan demikian, mereka menentang segala bentuk kolonialisme. Nasionalisme di timur banyak digerakkan ide-ide progressif: demokrasi, humanisme, dan sosialisme.
Soekarno sangat mengakui hal itu. Ia bilang, “Nasionalisme di dunia Timur itu lantas ‘berkawinlah’ dengan Marxisme itu, menjadi satu nasionalisme baru, satu ilmu baru, satu itikad baru, satu senjata perjuangan yang baru, satu sikap hidup yang baru. Nasionalisme-baru inilah yang kini hidup di kalangan Rakyat Marhaen Indonesia.”
Esensi Sosio-Nasionalisme
Bung Karno mendefenisikan sosio-nasionalisme sebagai nasionalisme massa-rakyat, yaitu nasionalisme yang mencari selamatnya massa-rakyat.
Bung Karno mengatakan, cita-cita sosio-nasionalisme adalah memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat, sehingga masyarakat yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada lagi kaum tertindas, tidak ada kaum yang celaka, dan tidak ada lagi kaum yang papa-sengsara.
Karena itu, kata Bung Karno, sosio-nasionalisme adalah nasionalisme kaum marhaen. Dengan demikian, sosio-nasionalisme menentang borjuisme dan keningratan. Inilah tipe nasionalisme yang menghendaki “masyarakat tanpa klas”.
Sebagai konsekuensinya, sosio-nasionalisme menganggap kemerdekaan nasional bukan sebagai tujuan akhir. Bung Karno berulang-kali menyatakan kemerdekaan hanya sebagai “jembatan emas” menuju cita-cita yang lebih tinggi.
Dalam tulisannya, “Mencapai Indonesia Merdeka”, yang diterbitkan pada tahun 1933, Bung Karno menegaskan bahwa tujuan pergerakan nasional kita mestilah mengarah pada pencapaian masyarakat adil dan sempurna, yang di dalamnya tidak ada lagi penghisapan. Berarti, tidak boleh ada imperialisme dan kapitalisme.
Nah, supaya kemerdekaan politik itu tidak disabotase oleh imperialisme, ataupun oleh kaum borjuis dan feodal di dalam negeri, maka kekuasaan politik indonesia pasca merdeka haruslah dipegang oleh kaum marhaen atau massa-rakyat Indonesia. Inilah esensi dari sosio-demokrasi (Kita akan membahasnya di artikel lain).
Bung Karno kuat-kuat berpesan, “dalam perjuangan habis-habisan mendatangkan Indonesia Merdeka, kaum Marhaen harus menjaga agar jangan sampai nanti mereka yang kena getahnya, tetapi kaum borjuis atau ningrat yang memakan nangkanya.”
Karena sosio-nasionalisme bervisi “social conscience of man” (budi nurani sosial manusia), maka semangat sosio-nasionalisme adalah internasionalisme. Dalam pidato 1 Juni 1945—lahirnya Pancasila, Soekarno menjelaskan hubungan dialektik antara nasionalisme Indonesia dan internasionalisme: Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam tamansarinya internasionalisme.
Dengan demikian, sosio-nasionalisme bisa disederhanakan sebagai berikut: (1) sosio-nasionalisme merupakan ajaran politik yang memperjuangkan masyarakat tanpa klas alias masyarakat adil dan makmur. (2) sosio-nasionalisme memberi kerangka pada revolusi Indonesia agar tak berhenti pada revolusi nasional semata, tetapi harus berlanjut pada transisi menuju sosialisme. (3) Sosio-nasionalisme meletakkan semangat kebangsaan negeri terjajah berjalan seiring dengan cita-cita internasionalisme.


Go to link Download